Nama : DIMAS
NPM : 12213467
Kelas : 3EA26
- Otonomi Daerah
UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan landasan yuridis bagi penegembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi daerah pada kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah serta kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU Nomor 32 Tahun 2004). Dengan demikian daerah kabupaten dan kota mempunyai tanggung jawab sepenuhnya dalam pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, dan perimbangan keuangan pusat serta daerah.
Sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. (Renyowijoyo, 2008)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan menjalankan dalam pemanfaatan sumber daya yang ada di wilayahnya untuk kepentingan masyarakat setempat, dimana hak itu diperoleh dari pemerintah pusat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu:
- Desentralisasi
Desentralisasi adalah kewenangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, ini berarti, kekuasaan yang sebelumnya secara penuh berada di pemerintah pusat, kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah khususnya kabupaten atau kota.
- Dekosentrasi
Adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gibernur sebagai wakil pemerintah dan lepada instansi vertical di wilayah tertentu.
- Tugas Pembantuan
Adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
- Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama yaitu (Mardiasmo, 2002):
- Meningkatakan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
- Menciptakan efesiensi dan efektivitas pengelolaan suber daya daerah.
- Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan,
Otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakan prakarsa dan peran serta aktif secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal (UU Nomor 32 Tahun 2004).
Prinsip Otonomi Daerah
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah:
- Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonoi luas, nyata dan bertanggung jawab.
- Pelaksaan otonomi daaerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah adalah otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi Negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkat peranan dan fungsi badan legistatif daerah baik sebagai fungi legistatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
- Pelaksanaan dekosentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
- Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimunkinkan tidak hanya di pemerintah daerah yang disertai pembiayaan, saran dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan (UU Nomor 32 Tahun 2004).
- Akuntansi Keuangan Daerah
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negri Nomor 29 Tahun 2002 yang terdapat pada pasal 70, Akuntansi Keuangan Daerah adalah proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pelaksanaan APBD.
Menurut (Renyowijoyo, 2008) akuntansi keuangan daerah merupakan akuntansi yang dipakai oleh Pemerintah Daerah, untuk melakukan manjemen dan pengelolaan keuangan daerah.
Menurut (Indah, 2009) akuntansi keuangan daerah merupakan bagian dari akuntansi sektor publik, yang mecatat dan melaporkan semua transaksi yang berkaitan dengan keuangan daerah.
Dari beberapa definisi diatas mengenai akuntansi keuagan daerah dapat disimpulkan bahwa akuntansi keuangan daerah adalah akuntansi yang dipaki untuk mengelola keuangan daerah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana disatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna mebiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain menggambarkan penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah dianggarkan (UU Nomor 33 Tahun 2004).
- Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang di alokasikan kedaerah untuk memenuhi kebutuhan daerah dan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka desentralisasi (Halim, 2002 : 160). Dalam pembagiannya Dana Alokasi Umum (DAU) pada setiap daerah tidak sama besarnya, karena dan tersebut dilihat dari pendapatan asli daerah itu sendiri, jika pendapatan didaerah tersebut tinggi maka akan mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang tinggi sebaliknya jika pendapatan daerah tersebut rendah maka akan mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang rendah (UU Nomor 33 Tahun 2004).
Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
- Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dalam penerimaan dalam negri yang ditetapkan dalam APBN.
- Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana ALokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.
- Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
- Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana maksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. (Bambang, 2004)
- Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah peneriman dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Soleh dan Rochmansjah, 2010).
Besar kecilnya PAD akan mempengaruhi otonomi daerah dalam melaksanakan kebijakannya, semakin besar PAD maka kemampuan daerah akan lebih besar dan ketergantungan dengan pemerintah pemerintah atasan akan semakin berkurang.
Untuk menciptakan kemandirian daerah, peerintah daerah harus berupaya untuk mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki, ssalah satu satunya dengan memebrikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sector-sektor yang produktif di daerah. Namun dalam upaya meningkat PAD, Pemrintah Daerah dilarang (UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 7).
- Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi; dan
- Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor atau ekspor.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas:
Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari pajak yang dipungut oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota.
- Pajak Daerah Provinsi terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor.
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
- Pajak Kendaraan Di Atas Air.
- Pajak Air Di Bawah Tanah.
- Pajak Air Permukaan.
- Pajak Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
- Pajak Hotel.
- Pajak Restaurant.
- Pajak Hiburan.
- Pajak Relakme.
- Pajak Penerangan Jalan.
- Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C.
- Pajak Parkir.
Retribusi Daerah
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepetingan orang pribadi atau badan pemungutan retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati sutau layanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya pelayananya. Besarnya retribusi seharusnya sama dengan (lebih kurang) nilai pelayanan yang diberikan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang dapat dipungut terus menerus mengingat pengeluaran pemerintah daerah adalah untuk anggaran rutin dan anggara pembangunan selalu meningkat. Retribusi daerah dibagi menjadi tiga golongan yaitu. (Anggraeni dan Suhardjo, 2010)
- Retribusi Jasa Umum adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum misalnya: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Retribusi Pengtgantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar.
- Retribusi Jasa Usaha adalah jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis Retribusi Jasa Usaha, misalnya: Retribusi Pemakaian Daerah, Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Penginapan dll.
- Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu misalnya: Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin Trayek, Retribusi Izin Usaha Periklanan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup (Halim, 2007):
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN.
- Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemerintan Daearah (Halim, 2007).
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
- Jasa giro
- Pendapatan bunga
- Tuntutan ganti rugi
- Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
- Komisi, potongan, maupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah.
- Pendapatan denda pajak dan retribusi.
- Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
- Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah (Anggarini dan Puranta, 2010).
Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi beban daerah (Kurniawati, 2010).
Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan (UU Nomor 33 Tahun 2004).
- Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi dalam jenis-jenis belanja terdiri dari :
- Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
- Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
- Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
- Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
- Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya.
- Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
- Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
- Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
- Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
- Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Alokasi Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum (DAU), adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dana transfer ini diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Semakin besar dana alokasi umum ke pemerintah daerah berarti semakin besar belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah (Prakosa, 2004).
Dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan tersebut diuji secara empiris Chang dan Ho (dalam Prakosa, 2004). Sebagian studi menyatakan bahwa terdapat keterikatan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah, seperti penelitian yang dilakukan oleh Prakosa (2004), yang dilakukan pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY. Hasilnya menunjukkan bahwa besarnya Belanja Daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.
Penelitian Kurniawati (2010) yang dilakukan pada Kabupaten/Kota di Indonesia, menunjukkan bahwa pengaruh DAU berpengaruh positif terhadap belanja daerah dan pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih besar daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Anggraeni dan Suhardjo (2010) menganalisis pengaruh DAU terhadap ABD. Objek yang diteliti adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006. Hasil penelitiannya yaitu Dana Alokasi Umum mempengaruhi Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
- Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Alokasi Belanja Daerah
Pemberlakuan otonomi daerah telah membawa dampak yang besar terhadap perekonomian daerah. Pemerintah daerah akhirnya mempunyai keleluasaan dalam meningkatkan kreatifitas untuk menggali potensi yang tidak mungkin dilakukan sebelum otonomi diberlakukan. Semua potensi daerah diupayakan dan dikembangkan agar dapat menghasilkan PAD yang dapat membantu untuk menutup belanja daerah. PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari potensi sumber daya yang ada di daerah. Sumber-sumber PAD meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Semakin besar Pendapatan Asli Daerah berarti semakin besar pula belanja daerah yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk pembangunan di daerahnya masing-masing.
Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own resources revenue) terhadap alokasi belanja daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Prakosa (2004) melakukan penelitian yang sama, dengan menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempegaruhi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah dikenal dengan nama tax spend hyphotesis. Dalam hal ini pengeluaran Pemerintah Daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan Pemerintah Daerah. Sample dalam penelitian ini adalah 40 kota/kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengan dan DIY. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah.
Edison (2009) menganalisis hubungan PAD terhadap belanja daerah. Populasi ini adalah APBD Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir, dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 8 tahun yaitu 2000-2007. Objek yang di teliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Hasil penelitian ini yaitu pendapatan asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh terhadap belanja daerah di Kabupaten Toba Samosir.
Anggraeni dan Suhardjo (2010) menganalisis pengaruh PAD terhadap ABD. Objek yang diteliti adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006. Sampel data adalah 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya yaitu Pendapatan Asli Daerah mempengaruhi Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah. Jika ada peningkatan jumlah PAD, maka akan terjadi peningkatan pula pada jumlah Belanja Pemda yang akan dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota.